Otonomi Daerah
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai kewajiban yang
diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi
masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan
pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan
pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga
sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan
dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata
dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan
menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.
Pelaksanaan otonomi daerah merupakan titik fokus yang tidak sama sekali
penting dalam rangka memperbaiki kesejahteraan para artis. Pengembangan
suatu daerah dapat disesuaikan oleh pemerintah daerah dengan potensi dan
kekhasan daerah masing-masing. Ini merupakan kesempatan yang sangat
baik bagi pemerintah daerah untuk membuktikan kemampuannya dalam
melaksanakan kewenangan yang menjadi hak daerah. Maju atau tidaknya
suatu daerah sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan untuk
melaksanakan yaitu pemerintah daerah. Pemerintah daerah bebas berkreasi
dan berekspresi dalam rangka membangun daerahnya, tentu saja dengan
tidak melanggar ketentuan hukum yaitu ya perundang undangaan.
Pelaksanaan otonomi daerah kini
memasuki tahapan baru setelah direvisinya UU No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
atau lazim disebut UU Otonomi Daerah (Otda). Perubahan yang dilakukan di UU No.
32 Tahun 2004 bisa dikatakan sangat mendasar dalam pelaksanaan pemerintahan
daerah. Secara garis besar, perubahan yang paling tampak adalah terjadinya
pergeseran-pergeseran kewenangan dari satu lembaga ke lembaga lain. Konsep otonomi
luas, nyata, dan bertanggungjawab tetap dijadikan acuan dengan meletakkan
pelaksanaan otonomi pada tingkat daerah yang paling dekat dengan masyarakat.
Tujuan pemberian otonomi tetap seperti yang dirumuskan saat ini yaitu
memberdayakan daerah, termasuk masyarakatnya, mendorong prakarsa dan peran
serta masyarakat dalam proses pemerintahan dan pembangunan.
Pemerintah juga tidak lupa untuk lebih
meningkatkan efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas penyelenggaraan
fungsi-fungsi seperti pelayanan, pengembangan dan perlindungan terhadap
masyarakat dalam ikatan NKRI. Asas-asas penyelenggaraan pemerintahan seperti
desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, diselenggarakan secara
proporsional sehingga saling menunjang.
Dalam UU No. 32 Tahun 2004, digunakan
prinsip otonomi seluas-luasnya, di mana daerah diberi kewenangan mengurus dan
mengatur semua urusan pemerintahan kecuali urusan pemerintah pusat yakni :
a.
politik
luar negeri,
b.
pertahanan
dan keamanan,
c.
moneter/fiskal,
d.
peradilan
(yustisi),
e.
agama.
Pemerintah pusat berwenang membuat
norma-norma, standar, prosedur, monitoring dan evaluasi, supervisi, fasilitasi
dan urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas nasional. Pemerintah
provinsi berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan
eksternal regional, dan kabupaten/kota berwenang mengatur dan mengurus
urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas lokal.
Dalam Pasal 18 ayat (1) UUD 1945
(Amandemen) disebutkan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah Provinsi dan daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota,
yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten, dan Kota itu mempunyai pemerintahan daerah
yang diatur dengan UU. Tampak nuansa dan rasa adanya hierarki dalam kalimat
tersebut. Pemerintah Provinsi sebagai wakil pemerintah pusat di daerah
diakomodasi dalam bentuk urusan pemerintahan menyangkut pengaturan terhadap
regional yang menjadi wilayah tugasnya.
Urusan yang menjadi kewenangan daerah,
meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah
suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti
pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana
lingkungan dasar; sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait
erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah.
UU No. 32 Tahun 2004 mencoba
mengembalikan hubungan kerja eksekutif dan legislatif yang setara dan bersifat
kemitraan. Sebelum ini kewenangan DPRD sangat besar, baik ketika memilih kepala
daerah, maupun laporan pertanggungjawaban (LPJ) tahunan kepala daerah.
Kewenangan DPRD itu dalam penerapan di lapangan sulit dikontrol. Sedangkan
sekarang, kewenangan DPRD banyak yang dipangkas, misalnya aturan kepala daerah
dipilih langsung oleh rakyat, DPRD yang hanya memperoleh laporan keterangan pertanggungjawaban,
serta adanya mekanisme evaluasi gubernur terhadap rancangan Perda APBD agar
sesuai kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Pemerintahan Daerah adalah pelaksanaan
fungsi-fungsi pemerintahan daerah yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan
daerah yaitu Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang
kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara
Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat
kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi
masing-masing sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja
yang sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama
lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing.
Kepala daerah dan wakil kepala daerah
dipilih secara langsung oleh rakyat yang persyaratan dan tata caranya
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Pasangan calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah dapat dicalonkan baik oleh partai politik atau gabungan
partai politik peserta Pemilu yang memperoleh sejumlah kursi tertentu dalam
DPRD dan atau memperoleh dukungan suara dalam Pemilu Legislatif dalam jumlah
tertentu.
Melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD)
provinsi, kabupaten, dan kota diberikan kewenangan sebagai penyelenggara
pemilihan kepala daerah. Agar penyelengaraan pemilihan dapat berlangsung dengan
baik, maka DPRD membentuk panitia pengawas. Kewenangan KPUD provinsi,
kabupaten, dan kota dibatasi sampai dengan penetapan calon terpilih dengan
berita acara yang selanjutnya KPUD menyerahkan kepada DPRD untuk diproses
pengusulannya kepada Pemerintah guna mendapatkan pengesahan.
Dalam UU No 32 Tahun2004 terlihat
adanya semangat untuk melibatkan partisipasi publik. Di satu sisi, pelibatan
publik (masyarakat) dalam pemerintahan atau politik lokal mengalami peningkatan
luar biasa dengan diaturnya pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung. Dari
anatomi tersebut, jelaslah bahwa revisi yang dilakukan terhadap UU No. 22 Tahun
1999 dimaksudkan untuk menyempurnakan kelemahan-kelemahan yang selama ini
muncul dalam pelaksanaan otonomi daerah. Sekilas UU No. 32 tahun 2004 masih
menyisakan banyak kelemahan, tapi harus diakui pula banyak peluang dari UU
tersebut untuk menciptakan good governance (pemerintahan yang baik).
A. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah dapat
diartikan pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dan pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah. Otonomi daerah secara sempit diartikan sebagai ”mandiri”,
sedangkan dalam arti yang luas adalah ”berdaya”. Jadi otonomi daerah yang
dimaksud disini adalah pemberian kewenangan pemerintahan kepada pemerintah
daerah untuk secara mandiri atau berdaya membuat keputusan mengenai kepentingan
daerahnya.
B. Latar Belakang Konsep Otonomi Daerah
Kebijakan otonomi daerah
bukan tanpa alasan. Dilihat dari landasan yuridis adalah telah diamanatkan oleh
Ketetapan MPR No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah,
pengaturan dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka NKRI.
Selain alasan yuridis,
juga dalam upaya menghadapi tuntutan globalisasi yang mau tidak mau suka atau
tidak suka daerah harus lebih diberdayakan dengan cara diberikan kewenangan
yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur,
memanfaatkan dan menggali sumber – sumber potensi yang ada di daerahnya masing
– masing.
C. Tujuan Otonomi Daerah
Tujuan utama dari
kebijakan otonomi daerah yang dikeluarkan tahun 1999 adalah disatu pihak
membebaskan pemerintah pusat dari beban – beban yang tidak perlu menangani
urusan domestik, sehingga ia berkesempatan mempelajari, memahami, merespon
berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat daripadanya. Dilain pihak,
dengan desentralisasi daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang
signifikan. Kemampuan prakarsa dan kreativitas mereka akan terpacu, sehingga
kapabilitasnya dalam mengatasi berbagai masalah domestiknya semakin kuat.
Tujuan pelaksanaan
otonom daerah dapat pula diperhatikan dari beberapa hal :
1. Dari segi politik, penyelenggaraan
otonomi daerah dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan di pusat dan
membangun masyarakat yang madani, untuk menarik rakyat ikut serta dalam
pemerintahan, dan melatih diri dalam menggunakan hak – hak masing – masing.
2. Dari segi pemerintahan,
penyelenggaraan otonomi daerah untuk mencapai pemerintahan yang efisien.
3. Dari segi sosial budaya,
penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan agar perhatian lebih fokus kepada
daerah.
4. Dilihat dari segi ekonomi, otonomi
daerah perlu diadakan agar masyarakat dapat turut berpartisipasi dalam
pembangunan ekonomidi daerah masing – masing.
Singkatnya
tujuan pelaksanaan otonomi daerah adalah mencegah pemusatan kekuasaan,
terciptanya pemerintahan yang efisien, dan partisipasi masyarakat untuk
membangun di daerahnya masing – masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar