Puisi HAM
Lihatlah tangan-tangan ini, Tuhan,
Semuanya tercabik dan kasar.
Wajahku menakutkan dengan kotoran batu bara
Bahasaku keras
Tapi, Dikau tahu dalam hati, Tuhan,
Bermukim jiwa seorang manusia
Yang berjuang mencari nafkah
Yang hanya segelintir orang mampu lakukan
Sulfur dan debu batu bara
Dan keringat di keningku,
Agar hidup seperti seorang kaya,
Yang tak pernah belajar caranya
Tapi, jika engkau sampai ke satu sudut
Ketika kerjaku diselesaikan,
Aku mungkin bangga hidup
Bertetangga denganmu.
Tiap subuh ketika aku bangun, Tuhan,
Aku tahu semuanya baik…
Aku hanya hadapi satu hal:
Sebuah lubang neraka
Untuk menggaruk demi hidup
Yang terbaik yang aku bisa
Tapi di dalam hati ini
Bermukin jiwa seorang manusia
Dengan sapuan wajah hitam
Dan tangan-tangan kasar tak berperasaan,
Kami merambah lorong-lorong gelap,
Untuk memulai pekerjaan kami
Bekerja membanting tulang
Tatkala kami memanen batu bara
Kami berdoa dalam sunyi,
Tuhan, panenlah jiwa-jiwa kami
Hanya di satu sudut dalam Surga
Ketika aku menjadi terlalu tua
Dan punggungku tak dapat digerakkan, Tuhan,
Untuk mendorong batu bara
Angkatlah aku dari lubang, Tuhan.
Di mana mentari tak pernah bersinar,
Karena mungkin letih
Di bawah sana di lubang tambang.
Tapi mungkin itu aku, Tuhan.
Walau tiada kekayaan yang aku tunjukkan,
Walau capek dan letih.
Aku hanya ingin tahu
Ketika Segel Besar dihancurkan
Halaman demi halaman akan menceritakan
Bahwa aku telah menggunakan
Waktuku di neraka.
Semuanya tercabik dan kasar.
Wajahku menakutkan dengan kotoran batu bara
Bahasaku keras
Tapi, Dikau tahu dalam hati, Tuhan,
Bermukim jiwa seorang manusia
Yang berjuang mencari nafkah
Yang hanya segelintir orang mampu lakukan
Sulfur dan debu batu bara
Dan keringat di keningku,
Agar hidup seperti seorang kaya,
Yang tak pernah belajar caranya
Tapi, jika engkau sampai ke satu sudut
Ketika kerjaku diselesaikan,
Aku mungkin bangga hidup
Bertetangga denganmu.
Tiap subuh ketika aku bangun, Tuhan,
Aku tahu semuanya baik…
Aku hanya hadapi satu hal:
Sebuah lubang neraka
Untuk menggaruk demi hidup
Yang terbaik yang aku bisa
Tapi di dalam hati ini
Bermukin jiwa seorang manusia
Dengan sapuan wajah hitam
Dan tangan-tangan kasar tak berperasaan,
Kami merambah lorong-lorong gelap,
Untuk memulai pekerjaan kami
Bekerja membanting tulang
Tatkala kami memanen batu bara
Kami berdoa dalam sunyi,
Tuhan, panenlah jiwa-jiwa kami
Hanya di satu sudut dalam Surga
Ketika aku menjadi terlalu tua
Dan punggungku tak dapat digerakkan, Tuhan,
Untuk mendorong batu bara
Angkatlah aku dari lubang, Tuhan.
Di mana mentari tak pernah bersinar,
Karena mungkin letih
Di bawah sana di lubang tambang.
Tapi mungkin itu aku, Tuhan.
Walau tiada kekayaan yang aku tunjukkan,
Walau capek dan letih.
Aku hanya ingin tahu
Ketika Segel Besar dihancurkan
Halaman demi halaman akan menceritakan
Bahwa aku telah menggunakan
Waktuku di neraka.
sumber:
http://www.topix.com/forum/business/mining/T3Q10KF6MHPJLJFG3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar