Selasa, 15 November 2011

Reshuffle Kabinet Jilid II


KEMENDIKNAS RESMI MENJADI KEMENDIKBUD

KEMENTERIAN Pendidikan Nasional (Kemendiknas) resmi berubah nama menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemedikbud). Perubahan ini bersamaan dengan pelantikan anggota kabinet hasil reshuffle.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah melantik dua wakil menteri pendidikan dan kebudayaan. Musliar Kasim sebagai wakil menteri pendidikan dan kebudayaan bidang pendidikan dan Wiendu Nuryanti sebagai wakil menteri bidang kebudayaan.
"Pembentukan pendidikan karakter di kalangan pelajar erat kaitannya dengan nilai budaya yang dimiliki bangsa. Nilai-nilai budaya, seperti kejujuran dan kesetiakawanan inilah yang akan dibangun dalam diri para pelajar agar sesuai dengan pendidikan karakter yang kita galakkan. Maka, sangat tepat jika penambahan bidang budaya dalam kementerian pendidikan," ujar M. Nuh di acara konferensi pers pengenalan dan penjelasan tugas dua wakil menteri pendidikan dan kebudayaan (wamendikbud) yang baru di Gedung DSS, Rabu (19/10/2011).
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) M. Nuh mengungkapkan, budaya terbagi menjadi dua aspek, yaitu budaya sebagai tontonan dan budaya sebagai tuntunan. "Budaya sebagai tontonan mengandung nilai ekonomis dan bukan bagian dari kita, melainkan masuk dalam Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Sementara, budaya sebagai tuntunan, erat kaitannya dengan nilai-nilai yang dikandung di dalamnya. Maka, sesuai jika dimasukan dalam bidang pendidikan," katanya menjelaskan.

Penambahan bidang budaya dalam Kemedikbud ini, lanjutnya, memiliki tiga tujuan utama. Pertama, membangun nilai kebudayaan yang melekat dalam pendidikan sesuai dengan pendidikan karakter dan diaplikasikan dalam budaya sekolah (school culture).

Kedua, untuk menumbuhkan nilai kecintaan anak-anak terhadap budayanya sendiri. Salah satunya dengan mengunjungi museum yang merupakan tempat penyimpanan warisan bangsa. Ketiga, bertujuan untuk menggali banyak warisan budaya yang masih terpendam.***

Kemendiknas Jadi Kemdikbudnas, Wujud Sinergi Pendidikan & Budaya
Jakarta – Rapat paripurna DPR menyepakati pergantian nama Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) menjadi Kementerian Pendidikan dan Budaya Nasional (Kemendikbudnas). Perubahan nama ini disambut baik. Sebab pendidikan dan budaya memang perlu bersinergi.
“Kalau diubah begitu, menyambut baik. Berkali-kali banyak yang menyuarakan agar kebudayaan dikembalikan dalam pendidikan. Karena kebudayaan bukan produk komoditas di pariwisata, tapi merupakan bagian dari sistem pendidikan. Jadi pendidikan akan berbudaya,” kata pengamat pendidikan Darmaningtyas dalam perbincangan dengan detikcom, Selasa (18/10/2011).
Ketika namanya Kemendiknas, maka yang diurusi lebih pada persoalan manajerial. Padahal pendidikan merupakan bagian dari pendidikan karakter, di mana ada nilai kebudayaan dalam pembentukan karakter itu.
Darmaningtyas mengingatkan, jangan sampai kebudayaan dijadikan produk yang diperjualbelikan untuk data tarik. Dengan menempatkan kebudayaan di bawah Kementerian pendidikan, maka budaya akan ditempatkan sebagai satu proses.
“Sekarang dengan berganti namanya Kemenbudpar menjadi Kementerian Budaya dan Ekonomi Kreatif, maka pariwisata ditempatkan sebagai sarana untuk menarik devisa dari luar dan dalam. Jadi pariwisata bisa menjadi pembangkit perekonomian sosial,” lanjutnya.
Penulis buku ‘Pendidikan Rusak-rusakan’ ini berpendapat, sebaiknya kata nasional dalam Kementerian Pendidikan dan Budaya Nasional dihilangkan. Sebab kata nasional itu seolah menunjukkan ada kementerian pendidikan dan budaya lokal.
“Seharusnya Kemendikbud cukup. Kalau ada kata nasional sepertinya jadi ada kata lokal,” tambah Darmaningtyas.
SEBELUM berganti nama menjadi Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), institusi berslogan Tut Wuri Handayani itu bernama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Pasca pengumuman perombakan Kabinet Indonesia Bersatu II yang rencananya digelar hari ini (18/10), Kemendiknas bakal berubah nama kembali menjadi Kemendikbud.
 Di temui di markas Kemendiknas, Mendiknas Mohammad Nuh mengatakan besar kemungkinan perubahan Kemendiknas menjadi Kemendikbud. "Kebudayaan itu tidak bisa lepas dari pendidikan," katanya.
Dia mengakui, perubahan nama ini otomatis akan menambah perkejaan. Untuk itu, Presiden SBY menunjuk dua wakil menteri. Yaitu Wakil Menteri Bidang Kebudayaan Wiendhu Nurianti dan Wakil Menteri Bidang Pendidikan Musliar Kasim. Nuh berpendapat, penambahan pos wakil menteri baru ini akan disesuiakan dengan tugas pekerjaan yang tegas.
"Dengan dua wakil menteri, diharapkan bisa lebih mengetahui kondisi riil di masyarakat," jelas Nuh.
Namun, menteri asal Surabaya itu masih enggan menyebut dan memastikan nama-nama wakilnya nanti. "Lebih baik tunggu Selasa (hari ini, red) malam. Rencananya akan diumumkan secara resmi oleh Presiden SBY," lanjutnya.
Diantara tugas tambahan setelah Kemendiknas berubah menjadi Kemendikbud, papar Nuh, adalah mengangkat kebudayaan dan dibumbui dengan unsur tuntutan yang tidak bisa dilepaskan dari muatan pendidikan. "Upaya ini bukan bentuk pemborosan. Juga bukan karena beberapa kasus yang terjadi akhir-akhir ini," katanya.
Diantara kasus yang sempat mencuat di dunia pendidikan dan bersinggungan dengan budaya adalah tawuran pelajar dan contek massal. Dia berharap, penggabungan kebudayaan dan pendidikan dalam satu institusi bisa saling berinergi.
Seperti diketahui, selama ini kebudayaan menjadi bidang kerja Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar). Meskipun dalam perjalanannya Kemenbudpar lebih dominan mengurusi bidang pariwisata saja. Kementerian yang dipimpin Jero Wacik ini, berpeluang diganti menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi kreatif.
"Kebudayaan bisa dilihat dengan pandangan yang lebih mendalam. Kebudayaan itu ada yang namanya tuntunan dan tontonan," ungkap mantan rektor ITS itu.
Kedepan Nuh mengutarakan jika tuntunan dalam kebudayaan itu terkait dengan nilai dan tidak sesuai jika dikomersilkan.
Meskipun begitu, Nuh mengakui jika ekspresi budaya itu sangat beragam. Jika dimaknai sebagai hiburan, maka bisa digali dan menjadi sumber daya ekonomi. Dengan menggabungkan kebudayaan ini, Nuh bakal terus menggenjot pelaksanan misi pendidikan berkarakter. Nuh masih enggan dimintai keterangan tentang peluangnya masuk gerbong reshuffle.
Sumber : http://www.jambiekspres.co.id/utama/21119-kemendiknas-berubah-lagi-jadi-kemendikbud.html

Konflik Papua


Latar Belakang Pemberian Otonomi Daerah Khusus di Provinsi Papua

Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa. Keputusan politik penyatuan Papua (semula disebut Irian Barat kemudian berganti menjadi Irian Jaya) menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia pada hakikatnya mengandung cita-cita luhur. Namun kenyataannya berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang sentralistik belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, belum sepenuhnya mendukung terwujudnya penegakan hukum, dan belum sepenuhnya menampakkan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) di Provinsi Papua, khususnya masyarakat Papua.
Momentum reformasi di Indonesia memberi peluang bagi timbulnya pemikiran dan kesadaran baru untuk menyelesaikan berbagai permasalahan besar bangsa Indonesia dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Sehubungan dengan itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada tahun 1999 dan 2000 menetapkan perlunya pemberian status Otonomi Khusus kepada Provinsi Irian Jaya. Hal ini merupakan suatu langkah awal yang positif dalam rangka membangun kepercayaan rakyat kepada Pemerintah, sekaligus merupakan langkah strategis untuk meletakkan kerangka dasar yang kukuh bagi berbagai upaya yang perlu dilakukan demi tuntasnya penyelesaian masalah-masalah di Provinsi Papua.
Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang kemudian menjadi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yang diberi Otonomi Khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi Khusus sendiri adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua, termasuk provinsi-provinsi hasil pemekaran Provinsi Papua, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua.
Provinsi Papua sebagai bagian dari NKRI menggunakan Sang Merah Putih sebagai Bendera Negara dan Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan. Provinsi Papua dapat memiliki lambang daerah sebagai panji kebesaran dan simbol kultural bagi kemegahan jati diri orang Papua dalam bentuk bendera daerah dan lagu daerah yang tidak diposisikan sebagai simbol kedaulatan.
Penerbitan Perpu No. 1 Tahun 2008
Perpu 1/2008 merupakan revisi dari UU 21/2001 yang ditujukan untuk memberikan dasar hukum bagi pelaksanaan otonomi khusus bagi Provinsi Papua Barat. Dalam UU 21/2001, hanya dijelaskan mengenai pelaksanaan otonomi khusus bagi Provinsi Papua. Definisi "Provinsi Papua" yang dimaksud dalam UU ini diterjemahkan secara berbeda-beda oleh berbagai pihak, apakah itu Provinsi Papua "sebelum pemekaran" ataukah "setelah pemekaran". Pada waktu UU 21/2001 disahkan, yang dimaksud Provinsi Papua mencakup seluruh wilayah Pulau Papua bagian barat. Dalam perkembangannya, bagian sebelah timur dari Provinsi Papua dipisahkan menjadi Provinsi Papua Barat. Pemberlakuan otonomi khusus bagi Provinsi Papua Barat memerlukan kepastian hukum yang sifatnya mendesak dan segera agar tidak menimbulkan hambatan percepatan pembangunan khususnya bidang sosial, ekonomi, dan politik serta infrastruktur di Provinsi Papua Barat. Oleh karena itu, Presiden menerbitkan Perpu 1/2008 sebagai dasar hukum pelaksanaan Otonomi Khusus di Provinsi Papua Barat.

Konflik Papua karena ketidakadilan dan kesejahteraan

Perajin menyelesaikan pembuatan keranjang khas papua (noken) di Distrik Illu, Puncak Jaya, Papua. (ANTARA/Yudhi Mahatma)
Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR RI, Marzuki Alie, menyatakan, akar permasalahan konflik di Papua adalah rasa ketidakadilan dan belum meratanya kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat Papua.


"Masyarakat Papua ingin dihargai sebagai manusia bermartabat. Untuk itulah diperlukan dialog secara konstruktif dalam menciptakan kedamaian di bumi Papua," kata Marzuki Alie saat pidato di rapat paripurna DPR RI pembukaan masa sidang II tahun sidang 2011-2012 di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin,
Marzuki menambahkan, semua permasalahan tersebut memerlukan penanganan serius.
"Tidak hanya pernyataan prihatin saja, tetapi harus dibarengi dengan langkah-langkah kongkrit pemerintah," sebut dia. Pemerintah, lanjutnya, telah membentuk Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat (UP4B) melalui Perpres Nomor 65 Tahun 2011.
"Unit ini harus diberikan kesempatan untuk bekerja efektif, efisien dan terutama melakukan keomunikasi intensif dengan mengedepankan dialog untuk menemukan solusi," kata Marzuki.
Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu menambahkan, pemberian otonomi khusus berdasarkan UU 21 Tahun 2001 yang telah diubah menjadi UU 35 Tahun 2008 adalah sudah tepat.
"Otonomi khusus itu merupakan awal kebijakan yang tepat guna membangun kepercayaan masyarakat Papua," ujarnya. Namun, dengan kucuran dana Rp300 triliun, masyarakat Papua tidak merasa ada peningkatan kesejahteraan. Menurut Marzuki, otonomi khusus itu tidak berjalan efektif dan amanat UU tentang Otonomi Khusus itu belum dilaksanakan secara maksimal. "Pekerjaan rumah kita adalah bagaimana mendorong kesadaran generasi muda Papua sebagai bagian dari Indonesia, bagaimana Papua merasa memiliki Indonesia," kata Marzuki. (Zul)

Konflik Papua Adalah masalah Politik

Jakarta menutup diri atas masalah dan konflik papua, Jakarta klaim masalah papua adalah masalah kesejetrahan namun sesungguhnya adalah masalah politik papua, jika kasus politic tidak di selesaikan melalui jalur perundingan politik maka pendekataan kesejahtraan tidak akan pernah terwujud. Pembantaian orang papua yang paling dominan adalah dengan label separatis, makar, OPM dan lain-lain, lebel ini berkaitan erat dengan isu perjuangan pilitik papua, isu politik papua adalah masalah hak kemerdekaan papua (Free west papua indenpenden).
Perjuangan politik papua ini berawal dari janji belanda yang pernah deklarasikan 1 desember 1961 dengan artibut kenegaraan ( Bintang kejora, burung mabruk, lagu hai tanahku papua), baru-baru ini anggota parlement belanda (partai anti islam) telah mengejutkan pernyataan bahwa belanda mempunyai beban moral atas janji belanda terhadap rakyat papua (janji kemerdekaan).
Solusi dari Segi Budaya
Diperlukan adanya dialog dan reformasi politik untuk memberikan keinginan masyarakat Papua yang sesuai dengan hukum. Selain itu, rakyat lebih senang ada pendekatan budaya, juga secara keimanan dengan melalui para pendeta, pastor serta rohaniwan protestan maupun katolik.
Operasi Intilejen Solusi Konflik Papua







JAKARTA -- Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis TNI (Kabais TNI), Mayjen Purnawirawan TNI M. Luthfie mengatakan, untuk mengatasi gejolak di Papua harus dilakukan kembali operasi intelejen. Sehingga penyelesaian konflik di Papua memiliki target tertentu.

"Menurut saya perhatian ke Papua harus bagus ya. Pendekatan kita sekarang, sebenarnya kita disana bisa dilakukan operasi intelijen," ujar Luthfie di Jakarta, Jumat 11 November 2011.

Luthfie mengatakan, operasi intelejen yang dilakukan jangan diartikan seperti operasi yang melakukan kekerasan saja, namun operasi itu bisa dilakukan dengan cara yang halus dengan melakukan pendekatan-pendekatan.

"Mustinya kan harus dikasih target. misalnya, Kodam dikasih target, potretnya Papua itu dibagi berapa, kan ada berapa kelompok. Sehingga ada satu periode misalnya periode Pangdam A harus selesaikan ini, istilahnya operasi penggalangan," jelasnya.

Dikatakannya, tidak semua operasi yang dilakukan ditargetkan secara sama, karena setiap operasi itu dilakukan harus dibedakan sesuai dengan kondisi dan laporan terbaru disana. Namun hal tersebut diakui Luthfie membutuhkan waktu dan biaya yang cukup.

"Sekarang kita kan hanya kayak pemadam kebakaran. Kita tidak punya konsep yang baku dan bagus. Kita dulu waktu jadi Kabais pernah bentuk satgas setia namanya, untuk memetakan keadaan di Papua, ada berapa kelompok-kelompok separatis disitu," ungkapnya.

Lebih lanjut Luthfie menambahkan, setelah dilakukan pemetaan kemudian aparat TNI atau Polri melakukan sebuah operasi penggalangan yang sifatnya halus tanpa ada kekerasan. Selanjutnya aparat harus mengetahui berapa kekuatan dan persenjataan kelompok-kelompok separatis disana.

Operasi tersebut juga diharapkan melalui komando yang jelas, sehingga mencapai konsep dan target yang bagus.

"Sehingga semua tidak ada yang lepas, ada kelompok yang lakukan sendiri operasi intel. Misalnya kopasus atau yang lain. Waktu saya jadi Kabais, Kepala BIN nya pak Syamsir, kita koordinasi supaya tidak lepas satu sama lain," pungkasnya.(ndr)